Widgetized Footer

Sunday 3 March 2013

KISAH SEORANG PENEBANG POHON

Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja
untuk menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan
dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon
penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.

Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan
menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target
waktu yang telah ditentukan kepada si penebang pohon.

Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8 batang pohon. Sore
hari, mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan terkesan dan
memberikan pujian dengan tulus, “Hasil kerjamu sungguh luar biasa!
Saya sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-
pohon itu. Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan
bekerja seperti itu.”

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si
penebang bekerja lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil
merobohkan 7 batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi,
tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan bahkan mengecewakan.
Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang berhasil
dirobohkan. “Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku. Bagaimana aku dapat mempertanggungjawab kan hasil
kerjaku kepada majikan?” pikir penebang pohon merasa malu dan
putus asa. Dengan kepala tertunduk dia menghadap ke sang
majikan, meminta maaf atas hasil kerja yang kurang memadai dan
mengeluh tidak mengerti apa yang telah terjadi.

Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, “Kapan terakhir
kamu mengasah kapak?”

“Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu. Saya sangat
sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan
sekuat tenaga,” kata si penebang.

“Nah, di sinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan
kapak baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan
hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama,
menggunakan kapak yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu
sendiri, hasilnya semakin menurun. Maka, sesibuk apa pun, kamu
harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal.
Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!”
perintah sang majikan.

Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terimakasih, si
penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah
kapak.

Istirahat bukan berarti berhenti.

Tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi.

Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi
hingga malam hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk,
sibuk dan sibuk, sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama
pentingnya, yaitu istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal
baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita
mampu mengatur ritme kegiatan seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi dinamis, berwawasan dan selalu baru!

0 komentar:

Post a Comment